Minggu, 15 Mei 2011

kebumen Dalam Kepungan Konsumerisme


Berjalan-jalan menyusuri kota Kebumen kita akan disuguhi dengan berbagai geliat ekonomi yang semakin padat tentunya. Kalau kita memperhatikan dijalan-jalan protokol banyak berdiri toko-toko dari mulai yang kecil sampai toko besar semakin banyak bermunculan di Kebumen. Kesemuanya itu adalah bagian dari perkembangan ekonomi Kebumen saat ini. Termasuk saat ini yang sedang ngetrend untuk gaya hidup masyarakat Kebumen adalah berdirinya indomart, alfamart dan juga mal-mal yang berdiri dengan gagahnya. 

Tumbuhnya toko indomart dan berbagai ragam jenisnya sampai kepelosok desa seolah-olah bahwa Kebumen saat ini dikepung oleh budaya konsumenisme yang sangat begitu kuat untuk selalu mengajak kepada masyarakat mendatanginya meskipun hanya sekedar melihat-lihat saja. Setiap harinya masyarakat selalu ditawari dengan beragam produk yang menarik dengan harga yang terjangkau oleh kantong masyarakat kebumen.


Pengepungan oleh dunia ekonomi (indomart) yang menyajikan barang-barang instan tidak menjadi suatu keprihatinan oleh kita semua. Lantas bagaimana sebenarnya untuk memajukan Kebumen dari sisi pengetahuan. 

Di Kebumen sendiri telah berdiri lembaga pendidikan yang begitu banyak. Dari mulai tingkat dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi. Hal ini semakin menunjukan jika Kebumen memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk memajukan dibidang pendidikan. Sebut saja beberapa Perguruan Tinggi yang selama ini ikut mewarnai laju pendidikan di Kebumen diantaranya adalah STAINU, STIKES Muhammadiyah Gombong, STIE PUTRA BANGSA dan masih ada perguruan Tinggi yang sedang dalam masa perintisan.

Kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan di daerah sendiri menjadi salah satu acuan jika sebenarnya ada keinginan dari mereka untuk memajukan kotanya sendiri. Disamping warga Kebumen sendiri masyarakat dari luar Kebumen pun sudah mulai berdatangan untuk mengenyam pendidikan di Kebumen.
Gambaran-gambaran akan keadaan seperti ini tentu menjadi perenungan kita bersama jika masyarakat Kebumen memiliki potensi yang baik untuk ikut serta memajukan daerah sendiri. Namun kalau kita melihat kenyataan yang ada, bahwa lingkungan untuk membuat iklim yang semakin maju masih cukup sulit.

Pertanyaan ini saya munculkan karena lingkungan yang mendukung di kota Kebumen lebih banyak di kepung oleh budaya konsumerisme. Segala sesuatu diukur dengan lebih banyak pada sisi materi. Kalaupun tidak bahwa kepungan yang dilakukan oleh dunia pasar mengajak kepada masyarakat untuk memburu dan membeli barang-barang yang bersifat gaya hidup semata. Ibarat jika tidak memilikinya maka kita akan dianggap tidak gaul.

Lihat saja bagaimana anak-anak remaja dan anak muda lebih dianggap bergaya ketika memakai pakaian yang bagus dan mahal atau lebih suka membeli di mall ataupun di Indomart ketimbang di pasar tradisional.
Mereka lebih bergaya ketika menghadiri konser musik ketimbang menghadiri kajian-kajian yang bersifat keilmuan seperti seminar, pelatihan menulis, pameran buku. Semua perilaku yang ada tersebut merupakan bagian dari pengaruh konsumenisme yang begitu telah kuat mengepung kota Kebumen. 

Merangsang dengan kajian

Mengukur kemajuan suatu daerah bukanlah diukur dengan tumbuhnya pertokoan dan mal-mal seperti cendana dimusim hujan. Masuknya pertokoan indomart dan segala jenisnya ke pedesaan bukan suatu jaminan akan mendorong masyarakat kearah yang lebih baik.

Namun untuk mengukur kemajuan suatu masyarakat adalah dengan mengukur tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Untuk meningkatkan daya pengetahuan masyarakat haruslah dibarengi dengan menciptakan lingkungan yang mendukung. Semakin banyaknya lembaga pendidikan yang berdiri di Kebumen harus diimbangi dengan kegiatan –kegiatan yang mampu merangsang masyarakat untuk peka terhadap pentingnya sebuah pengetahuan ketimbang ingin mengetahui berapa harga celana jeans atau pakaian bermerek Cardinal.
Kepungan yang dilakukan oleh budaya konsumerisme akan semakin mengakar jika tidak ada usaha untuk merubah kearah yang lebih memperlihatkan sisi kemanusiaannya ketimbang hanya memenuhi nafsu gaya hidup semata.

forum-forum diskusi, seminar, pelatihan menulis merupakan kegiatan yang seharusnya menjadi alat untuk menggeliatkan Kebumen dari tidur yang berkepanjangan. Pihak-pihak yang memiliki cita-cita untuk memajukan Kebumen haruslah saling membangunkan jika masih ada yang merasa mengantuk ataupun sudah tertidur. 

Pemerintah yang memiliki tanggung jawab paling besar dalam memajukan Kebumen haruslah bersikap tegas terhadap infestor yang akan menanamkan modalnya hanya sekedar untuk mengajarkan masyarakat Kebumen untuk suka mengkonsumsi barang-barang mewah. 

Perhatian terhadap orang-orang, lembaga, organisasi yang memiliki jiwa membangun pengetahuan Kebumen sudah sepantasnya untuk di berikan perhatian yang lebih dengan memberikan ruang dan waktu sebesar-besarnya mengekspresikan dan mengadakan kajian-kajian yang bersifat membangun masyarakat. 

Maka tidak mengherankan jika kita melihat Yogyakarta sebagai kota budaya tidak selalu sepi dengan geliat pengetahuan yang selalu berkembang. Kajian-kajian keilmuan, seminar, Bedah buku, pelatihan-pelatiahn tidak pernah berhenti. Seolah olah mereka selalu haus dengan apa yang sudah ada saat ini. Tidak hentinya Yogyakarta dari ilmu pengetahuan karena seluruh elemen yang ada dari tingkat masyarakat sipil sampai pemerintahan mendukung dan melaksanakan menuju kearah yang sama. Yaitu memajukan daerah dengan ilmu pengetahuan. 

Lalu bagaimana dengan Kebumen?. Jika masih dalam kepungan konsumerisme maka perkembangan kajian ilmu pengetahuan terasa semakin sulit untuk berjalan atau malah semakin tertatih-tatih.

Tidak ada komentar: